Label

Kamis, 15 Desember 2011

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
Pengertian :
Suatu syndrome gagal nafas akut sebagai akibat kerusakan sawar kapiler alveoli sehingga menyebabkan odem paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler. (Barbara long, 1996)
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intra alveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)



Faktor resiko/ penyebab:
ARDS merupakan respon dari macam-macam injury atau penyakit yang mengenai paru baik langsung maupun tidak langsung
Primer :
1. Aspirasi cairan lambung
2. Tenggelam
3. Kontusio paru (bisa akibat tabrakan)
4. Keracunan oksigen
5. Emboli lemak
6. Emboli cairan ketuban
7. Trauma inhalasi
8. Aspirasi virus pneumonia
9. Infeksi difusi alveolar
10. Menghirup racun iritan
Sekunder :
1. Sepsis
2. Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam
3. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
4. Pankreatitis
5. Uremia
6. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
7. Idiophatic (tidak diketahui)
8. Bedah Cardiobaypass yang lama
9. Transfusi darah yang banyak
10. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
11. Peningkatan TIK
12. Terapi radiasi
13. Trauma hebat, Cedera pada dada

Penyakit Yang Dapat Menyebabkan ARDS :
Pulmonary :
a) Virus pneumonia
b) Fungi pneumonia
c) Pneumocystis carinii
d) Military tuberculosis
e) Legionaire’s pneumonia
f) Radiation pneumonitis
g) Contusio paru
h) Cairan aspirasi (gastric, tenggelam, hydrocarbon, ethylene glycol)
i) Inhalasi racun (rokok, kimia corrosive, O2 konsentrasi meningkat, amniotic fluid embolic.
Non pulmonary :
a) Shock (traumatic, hemorrhagic, bacterial, pneumonia septic)
b) Emboli lemak
c) Trauma kepala
d) Trauma non thoraks
e) Pancreatitis
f) Uremia
g) Drug overdose (heroin, methadone barbiturat).
h) Massive blood transfusion
i) Reaksi transfuse
j) Pembekuan darah intravaskuler
k) By pass cardiopulmonary
l) Penambahan tekanan intracranial
m) Cairan overload
n) Eclampsia
o) Gejala defisiensi autoimmune

Patofisiologi :
Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial, seolah-olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru.
Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum.
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase Eksudatif
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan cederanya.

POHON MASALAH











Komplikasi :
1. Odem paru tekanan hidrostatik gagal jantung
2. Odem paru retensi air gagal ginjal
3. Odem paru hipoalbumin nefrotik syndrome
Manifestasi klinis:
Odem paru sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan ARDS.
Pada ARDS timbul kaskade inflamasi beberapa jam setelah terjadi kerusakan jaringan sehingga neutrofil teraktivasi lalu beragregasi melekat pada sel endothel, mengeluarkan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan odem.
Pada ARDS Alveoli akan terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein, neutrofil, dan sel-sel inflamasi, lalu terbentuk membrane hyialin mengakibatkan difusi O2 alveoli ke kapiler terganggu sehingga klien mengalami hipoksia.
Terlihat 12-48 jam sesudah kejadian
1. Takipnea
2. Gelisah akibat hipoksemia
3. Retraksi suprasternal dan interkostal
4. Pernafasan cuping hidung
5. Sianotik sejalan dengan derajat hipoksemia
6. Ronki basah di seluruh lapangan paru
7. Hipotensi sistemik dengan ekstremitas dingin biasanya pada sepsis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
a. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
( YasminAsih Hal 128 ).
Kriteria untuk diagnosa ARDS :
Klinik
Keadaan katastropik : paru atau bukan paru
Eksklusi : Penyakit paru kronis, keadaan abnormal ventrikel kiri.
Distress pernafasan : Tachypnea > 20 x/menit, susah bernafas.
Radiografi
Difusi pulmonal menyebar Infiltrasi interstitial (awal) Infiltrasi alveoli (lanjut/akhir) Fisiologi Hipoksemia refractory. Pa O2 60 % Kompliance paru rendah 1000 gr) Congestive atelektasis Membran hyaline Fibrosis

Pemeriksaan diagnostik:
Pemeriksaan foto thorax di tandai rasio jantung paru normal, corakan vaskuler normal atau menurun, bercak infiltrate tersebar di kedua paru. Edema terdistribusi di perifer jarang terjadi efusi pleura
Pemeriksaan analisis gas darah:
Hipoksemia, PaO2 < 50 mmHg dengan FiO2 > 60% atau PaO2/ FiO2 < 200, daya kembang paru < 50 ml/cm H2O
kriteria diagnosa operasional ARDS berdasarkan : hipoksia, infiltrat yang terbesar luas pada kedua lapang paru dan penurunan daya kembang paru .
Penatalaksanaan :
• Tidak ada terapi spesifik untuk ARDS
• Terapi di tujukan kepada kausa dasar
• Terapi hanya suportif meliputi:
1. Ventilasi mekanis
Tujuan: mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan menghindari oksigen toksisitas serta komplikasi akibat dari pemakaian ventilasi mekanis- ventilator associated lung injury.
Metode yang di gunakan: open lung approach dengan peningkatan PaCO2 yang bisa di tolerir (permissive hypercapnea)
Target : PaO2 55-80mmHg atau SpO2 88-95% dengan FiO2 ≤ 60% Tidal volume yang rendah
Pemberian tidal volume yang tradisional (12-15cc/kgBB) pada pasien ARDS mengakibatkan over distensi pada normally aerated lung unit.
Tekanan transpulmonal yang tinggi juga menimbulkan over distensi unit-unit paru acute lung injury
Tidal volume yang di rekomendasikan adalah 6cc/kg BB dengan tekanan plateu ≤ 30cm H2O
Untuk mencegah ventilator associated lung injury (VALI)
PEEP yang adekuat
Tujuan pemberian PEEP yang adekuat pada ARDS (open lung approach) :
a. Tidak menyebabkan over distensi pada alveoli yang sehat
b. Mencegah alveoli yang cidera agar tidak kolaps
c. Mencegah terjadinya cidera alveoli iatrogenik
Pressure controlled ventilation
Strategi ventilasi ARDS low volume-high frequency ventilation (Oczenky, 1997) dengan permissive hypercapnea:
a. Ventilasi mode pressure control( BIPAP, PVC) dengan PEEP
b. Inverse ratio ventilation/ IRV
c. Tidal volume yang kecil 5-6ml/kg BB
d. Frekuensi nafas yang tinggi ≤ 35x/ menit untuk mencegah peningkatan airway pressure yang berbahaya
Permissive hypercapnea
Strategi menurunkan volume tidal untuk mencegah ALI dapat menimbulkan retensi CO2. Oleh karena itu startegi ini disebut permissive hypercapnea. Asidosis respiratorik yang terjadi 1-2 hari secara gradual dapat di toleransi oleh pasien ARDS. Sasaran pH arteri adalah 7,30< pH, 7,45, sedangkan yang di rekomendasikan pada permissive hypercapnea adalah pH≥7,20.

2. Manajemen cairan dan hemodinamik

a. Konsep retraksi cairan pada ALI dan ARDS ditunjukan untuk mengurangi terjadinya odem paru
b. Yang patut diperhatikan sebenarnya adalah untuk mempertahankan volume intravaskuler pada nilai yang terendah yang tetap memberikan perfusi sistemik yang adekuat.

3. Terapi surfaktan
a. Terapi pengganti surfakatan pada ARDS neonates dinilai berhasil dan diusulkan saat ini pada pasien ARDS dan ALI dewasa
b. Pada kenyataanya satu studi menunjukan bahwa surfactant sintetik tidak memiliki efek oksigenasi,efek pada ventilasi mekanisme efek survival
c. Kemungkinanya karena surfaktan yang digunakan adalah sediaan aerosol dengan hanya 5% yang dapat mencapai rongga udara distal dan produk yang digunakan menggunakan bahan dari protein sehingga kurang efektif bagi pasien ALI dan ARDS

4. Nitric oxide inhalasi dan vasodilator

a. Niteic oxide adalah vasodilator poten yang dapat diberikan dengan inhalasi tanpa penyebabkan vasodilatasi sistemik
b. Penggunaan nitrit oxide tidak dapat direkomendasikan secara rutin tetapi berguna dalam terrapin pertama pada pasien dengan hipoksemia refrakter
c. Terapi dengan vasodilator selektif lainnya seperti sodium itroppruside, hidralazine, alprostdil (prostaglandin E1) dan epoprostenol (prostacylin)
d. Hingga saat ini belum menunjukan keuntungan.

5. Glucocortikoid dan anti inflamasi
a. Penelitian melaporkan bahwa pemberian glucocotircoid tidak memberikan keuntungan jika diberikan sebelum onset timbulnya kelainan atau pada awal sehingga sering diberikan pada fase akhir dari ARDS atau ALI
b. Karena terapi dengan metilpednisolon dosis tinggi dapat meningkatkan insiden infeksi maka penggunan rutin dari obat ini pada pasien dengan ALI dan ARDS belum direkomendasikan hingga trial hasil penelitian multicenter tersedia
c. Pemberian Glococorticoid dosis tinggi jangka pendek dapat dipertimbangkan sebagai terapi awal pada penyakit berat.

6. Intensive care secara umum
Perawatan intensive care secara umum :
a. Hemodinamik dan cairan: manajemen hemodinamik pada ALI dan ARDS ditunjukan untuk mengurangi terjadinya odem paru. Yang perlu diperhatikan sebenarnya adalah untuk mempertahankan volume intravaskuler pada nilai yang terendah yang tetap memberikan perfusi sistemik yang adekuat.
b. Nutrisi: nutrisi bagi pasien ARDS sangatlah penting untuk menunjang kesembuhanya dalam waktu yang optimal yaitu dengan diit tinggi kalori dan protein untuk mempercepat proses penyembuhan luka pada paru yang cidera.
c. Nosokomial: hindarkan pasien dari infeksi nosokomial yang mungkin dapat terjadi agar tidak memeperburuk keadaan pasien.
d. Hygiene: selama klien sakit perawat dapat membantu memelihara personal hygiene pasien secara maksimal.
e. Monitoring: monitoring secara berkala untuk mengontrol keadaan pasien.





ASKEP

PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Keadaan Umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypass yang lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat (cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
e. Riwayat Alergi

2. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath) : sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
B2 (Blood) : pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop.
B3 (Brain) : kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
B4 (Bowel) : -
B5 (Bladder) : -
B6 (Bone) : kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.

3. Pemeriksaan Diagnostik
LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya normal.
Tes fungsi paru : normal atau menunjukkan defek restriktik disertai gangguan pertukaran udara.
BGA : hasil BGA menunjukkan adanya hipoksemia.
Biopsi Darah :
PaO2/FiO2 < 200 = ARDS
PaO2/FiO2 < 300=ALI
Foto thorak dan CT : terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihilir paru yang biasanya multivokal. Pada tahap lanjut, interstisial bilatareral difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru.Ukuran jantung normal, berbeda dari edema paru kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan gambaran kemajuan hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan hiperventilasi. Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan pada tahap lanjut terjadi asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat meningkat (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).

Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
3. Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan curah jantung, edema, hipotensi.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat, peningkatan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
6. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan gangguan kesadaran, agitasi.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

Intervensi dan Rasional
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Kriteria hasil :
• Tidak mengalami aspirasi
• Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-paru
• RR 17-22 x/ menit, nadi 80x/menit
• Tidak adanya suara tambahan nafas : ronchi, wheezing, stridor
• Pemeriksaan GDA menunjukkan PCO2 = 38-44 mmHg
• Klien mengatakan bisa bernapas dengan lega
• Tidak ditemukan pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul)

Intervensi Rasional
MANDIRI
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu

- - Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
-

- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus.


- Catat karakteristik dari suara nafas.




- Catat karakteristik dari batuk.





- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi.

- Peningkatan oral intake jika memungkinkan.

KOLABORASI
- Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi.
-
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.

- Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi.

- Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan mukolitik.

Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.

Penggunaan otot-otot interkostal atau abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas.

Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.

Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.

Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.

Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.

Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum.


Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen.

Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan secret.

Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan.

Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Tujuan :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Kriteria hasil :
• Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat dengan ditandai tidak adanya dipsneu; frekuensi& GDA dalam batas normal.

Intervensi Rasional
MANDIRI
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas.


- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.
-
-
-
-
-
- Kaji adanya cyanosis.






-
- Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat.
-
-Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.


KOLABORASI
-Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi.

- Berikan pencegahan IPPB.


- Review X-ray dada.
-
-
-Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant.
Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas.

Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas.

Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.

Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium.

Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen.


Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai.

Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi.

Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.

Untuk mencegah ARDS.



3. Kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
Tujuan: Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan pada batas normal.
Kriteria hasil: Menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.


Intervensi Rasional
MANDIRI
Memonitor vital sign, seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)

Hitung intake output dan balance cairan. Amati “insesible loss”


Timbang berat badan setiap hari


KOLABORASI
Pemberian Diuretik


Mengetahui keadaan umum pasien.


Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya defisit cairan.

Perubahan yang drastis merupakan tanda peningkatan total body water.


Mengeluarkan kelebihan cairan melalui farmakoterapi.




EVALUASI
Evaluasi asuhan keperawatan bisa dilakukan tiap akhir tindakan. Evaluasi di lakukan untuk mengetahui perkembangan pasien secara detil dan untuk mengambil langkah-langkah pengobatan selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar