Label

Kamis, 15 Desember 2011

ARTRITIS

TINJAUAN TEORI

DEFINISI ARTRITIS
Artritis merupakan suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai, meliputi bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda. (Robbbin & Kumar,1995).

a. JENIS-JENIS ARTRITIS
Dilihat dari faktor penyebab timbulnya arthtitis, arthritis dapat dibagi dalam 4 jenis, yaitu:
1. Artritis Infektif (bakterialis)
2. Artritis Lyme
3. Osteoartritis
4. Artritis rhematoid
Artritis infektif dan artritis rhematoid disebabkan oleh proses peradangan yang sebenarnya, sementara osteoartritis terutama merupakan penyakit degeneratif dengan sedikit peradangan. Akan tetapi nama tersebut digunakan selama bertahun-tahun, meskipun telah diusahakan nama baru untuk kelainan tersebut yaitu “penyakit degeneratif sendi” (degeneratif joint disease). Artritis Lyme disebabkab oleh spirochaeta yang baru diidentifikasi, disebut Borellia burgdorferi, yang ditularkan oleh kutu Ixodes dammini. Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas tentang Artritis rhematoid sesuai dengan kasus yang dikelola oleh kelompok penyusun.
A.
B. ARTRITIS RHEMATOID
C.
D. DEFINISI
E. RHEMATOID ARTRITIS ADALAH PERADANGAN YANG KRONIS SISTEMIK, PROGRESIF DAN LEBIH BANYAK TERJADI PADA WANITA, PADA USIA 25-35 TAHUN.
F.
G. PATOFISIOLOGI
H. INFLAMASI MULA-MULA MENGENAI SENDI-SENDI SINOVIAL SEPERTI EDEMA, KONGESTI VASKULAR, EKSUDAT FEBRIN DAN INFILTRASI SELULAR. PERADANGAN YANG BERKELANJUTAN, SINOVIAL MENJADI MENEBAL, TERUTAMA PADA SENDI ARTIKULAR KARTILAGO DARI SENDI. PADA PERSENDIAN INI GRANULASI MEMBENTUK PANNUS, ATAU PENUTUP YANG MENUTUPI KARTILAGO. PANNUS MASUK KE TULANG SUB CHONDRIA. JARINGAN GRANULASI MENGUAT KARENA RADANG MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NUTRISI KARTILAGO ARTIKUER. KARTILAGO MENJADI NEKROSIS. TINGKAT EROSI DARI KARTILAGO MENENTUKAN TINGKAT KETIDAKMAMPUAN SENDI. BILA KERUSAKAN KARTILAGO SANGAT LUAS MAKA TERJADI ADHESI DIANTARA PERMUKAAN SENDI, KARENA JARINGAN FIBROSA ATAU TULANG BERSATU (ANKILOSIS). KERUSAKAN KARTILAGO DAN TULANG MENYEBABKAN TENDON DAN LIGAMEN JADI LEMAH DAN BISA MENIMBULKAN SUBLUKSASI ATAU DISLOKASI DARI PERSENDIAN. INVASI DARI TULANG SUB CHONDRIAL BISA MENYEBKAN OSTEOPOROSIS SETEMPAT.
I. LAMANYA ARTHRITIS RHEMATOID BERBEDA DARI TIAP ORANG. DITANDAI DENGAN MASA ADANYA SERANGAN DAN TIDAK ADANYA SERANGAN. SEMENTARA ADA ORANG YANG SEMBUH DARI SERANGAN PERTAMA DAN SELANJUTNYA TIDAK TERSERANG LAGI. YANG LAIN. TERUTAMA YANG MEMPUNYAI FAKTOR RHEMATOID (SEROPOSITIF GANGGUAN RHEMATOID) GANGGUAN AKAN MENJADI KRONIS YANG PROGRESIF.
J.
K. ETIOLOGI
L. PENYEBAB DARI ARTRITIS RHEMATOID BELUM DAPAT DITENTUKAN SECARA PASTI, TETAPI DAPAT DIBAGI DALAM 3 BAGIAN, YAITU:
1. MEKANISME IMUNITAS (ANTIGEN ANTIBODI) SEPERTI INTERAKSI IGG DARI IMUNOGLOBULIN DENGAN RHEMATOID FAKTOR
2. FAKTOR METABOLIK
3. INFEKSI DENGAN KECENDERUNGAN VIRUS
M.
N. TANDA DAN GEJALA
1. TANDA DAN GEJALA SETEMPAT
• SAKIT PERSENDIAN DISERTAI KAKU DAN GERAKAN TERBATAS
• LAMBAT LAUN MEMBENGKAK, PANAS MERAH, LEMAH
• SEMUA SENDI BISA TERSERANG, PANGGUL, LUTUT, PERGELANGAN TANGAN, SIKU, RAHANG DAN BAHU
2. TANDA DAN GEJALA SISTEMIK
• LEMAH, DEMAM TACHIKARDI, BERAT BADAN TURUN, ANEMIA
O.
P. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. TES SEROLOGI
• BSE POSITIF
• DARAH, BISA TERJADI ANEMIA DAN LEUKOSITOSIS
• RHEMATOID FAKTOR, TERJADI 50-90% PENDERITA
2. PEMERIKASAAN RADIOLOGI
• PERIARTRICULAR OSTEOPOROSIS, PERMULAAN PERSENDIAN EROSI
• KELANJUTAN PENYAKIT: RUANG SENDI MENYEMPIT, SUB LUKSASI DAN ANKILOSIS
3. ASPIRASI SENDI
• CAIRAN SINOVIAL MENUNJUKKAN ADANYA PROSES RADANG ASEPTIK, CAIRAN DARI SENDI DIKULTUR DAN BISA DIPERIKSA SECARA MAKROSKOPIK.
Q.
R. PENATALAKSANAAN
S. BILA RHEMATOID ARTRITIS PROGRESIF DAN ,MENYEBABKAN KERUSAKAN SENDI, PEMBEDAHAN DILAKUKAN UNTUK MENGURANGI RASA NYERI DAN MEMPERBAIKI FUNGSI. PEMBEDAHAN DAN INDIKASINYA SEBAGAI BERIKUT:
1. SINOVEKTOMI, UNTUK MENCEGAH ARTRITIS PADA SENDI TERTENTU, UNTUK MEMPERTAHANKAN FUNGSI SENDI DAN UNTUK MENCEGAH TIMBULNYA KEMBALI INFLAMASI.
2. ARTHROTOMI, YAITU DENGAN MEMBUKA PERSENDIAN.
3. ARTHRODESIS, SERING DILAKSANAKAN PADA LUTUT, TUMIT DAN PERGELANGAN TANGAN.
4. ARTHROPLASTY, PEMBEDAHAN DENGAN CARA MEMBUAT KEMBALI DATARAN PADA PERSENDIAN.
T.
U. DIAGNOSA KEPERAWATAN
V. BERDASARKAN TANDA DAN GEJALA YANG DIALAMI OLEH PASIEN DENGAN ARTRITIS DITAMBAH DENGAN ADANYA DATA DARI PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK, MAKA DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL YAITU:
1. GANGGUAN BODY IMAGE BERHUBUNGAN DENGAN PERUBAHAN PENAMPILAN TUBUH, SENDI, BENGKOK, DEFORMITAS.
2. NYERI BERHUBUNGAN DENGAN PERUBAHAN PATOLOGIS OLEH ARTRITIS RHEMATOID.
3. RISIKO CEDERA BERHUBUNGAN DENGAN HILANGNYA KEKUATAN OTOT, RASA NYERI.
4. GANGGUAN AKTIFITAS SEHARI-HARI BERHUBUNGAN DENGAN TERBATASNYA GERAKAN.
5. KURANG PENGETAHUAN BERHUBUNGAN DENGAN KURANGNYA INFORMASI.
W.
X.

Y. BAB II
Z. ANALISA KASUS
AA.
1. RIWAYAT PENYAKIT
BB. TN R, 54 TAHUN DENGAN KELUHAN UTAMA BADAN TERASA PEGAL-PEGAL SEHABIS OLAHRAGA SEJAK 1 BULAN LALU. KLIEN BERKONSULTASI DENGAN AHLI SYARAF, LALU DIANJURKAN KE ORTHOPEDI DAN DIPASANG TRAKSI SERVIKAL. SETELAH PEMAKAIAN TRAKSI, ADA BENJOLAN DI BAGIAN KANAN ATAS (DADA). KLIEN TIDAK BISA MENGGERAKKAN TANGAN KANAN, LALU DILAKUKAN OPERASI PENGANGKATAN TUMOR. RASA NYERI MUNCUL KEMBALI SETELAH 2 HARI POST OPERASI. KLIEN KEMUDIAN MENJALANI PEMERIKSAAN DIAGNOSA DENGAN HASIL YAITU CHRONIS ARTRITIS STERNOCLAVICULAR JOINT DEXTRA.
CC.
2. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. RADIOLOGI (SCAN)
DD. DITEMUKAN ADANYA SOFT TISSUE SWELLING DI DAERAH STERNOCLAVICULAR JOINT PARASTERNAL DEXTRA.
2. HISTOPATOLOGI
EE. MAKROSKOPIK : - JARINGAN SEBESAR BIJI JAGUNG, PUTIH. PADA PEMOTONGAN MERUPAKAN KISTA
FF. BERISI MASSA KUNING SEPERTI MENTEGA.
GG. MIKROSKOPIK : - SEDIAAN MENUNJUKKAN JARINGAN DERMIS DAN LEMAK DENGAN SEBUKAN RINGAN
HH. SEL RADANG YANG TIDAK SPESIFIK.
II. - SEDIAAN TERDAPAT SARANG-SARANG ABSES, JARINGAN GRANULASI, VASKULER, JARINGAN
JJ. FIBROKOLAGEN, SYARAF TEPI DAN JARINGAN OTOT LURIK DENGAN SEL-SEL RADANG.
3. HEMATOLOGI
KK. HB 12,8 GR%; HT 37%; ERITROSIT 4,1 JUTA/UL; LEUKOSIT 13700/UL; TROMBOSIT 436000/UL.
LL.
MM. 3. PENATALAKSANAAN
NN. SAAT DILAKUKAN PEMBEDAHAN, DITEMUKAN ADANYA ARTRITIS STERNOCLAVICULAR DEXTRA DAN DISLOKASI. SELANJUTNYA DILAKUKAN DEBRIDEMEN UNTUK MEMBUANG JARINGAN-JARINGAN GRANULASI PADA DAERAH SENDI, SINOVEKTOMI DAN OBLIQUE INSISI MEDIAL CLAVICULA UNTUK MEMBUANG BAGIAN YANG TELAH MERADANG.
OO.


4. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PRE OPERATIF.
PP. SEBELUM DILAKUKAN OPERASI, KLIEN TELAH DIPUASAKAN DAN MENJALANI PENGOSONGAN SALURAN CERNA DENGAN KLISMA DAN DIBERIKAN DULCOLAK 4 TABLET. PREMEDIKASI DIBERIKAN YAITU VALIUM TABLET 10 MG. DARI HASIL PENGKAJIAN DITEMUKAN BAHWA KLIEN MENGATAKAN MERASA CEMAS DENGAN OPERASI YANG DI JALANI. BERDASARKAN DATA INI, PERAWAT MENGANGKAT DIAGNOSA YAITU CEMAS BERHUBUNGAN DENGAN KRISIS SITUASI, YANG DITANDAI DENGAN PENINGKATAN KETEGANGAN DAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH SERTA ADANYA PERNYATAAN CEMAS DARI KLIEN. ADAPUN TUJUAN DARI INTERVENSI INI ADALAH AGAR KLIEN TIDAK MENGALAMI KECEMASAN MENJALANI OPERASI, DENGAN KRITERIA HASIL KLIEN NAMPAK RELAKS DAN MAU MENDISKUSIKAN KECEMASANNYA. INTERVENSI YANG DILAKUKAN ADALAH MENGKAJI TINGKAT KECEMASAN KLIEN DAN MENGGUNAKAN SUPPORT SISTEM YANG ADA BERUPA ORANG YANG TERDEKAT DENGAN KLIEN UNTUK MENEMANI KLIEN. SETELAH DILAKUKAN INTERVENSI AKHIRNYA KECEMASAN KLIEN MENURUN TERLIHAT DENGAN KLIEN DAPAT BERCAKAP-CAKAP SANTAI DENGAN KAKAK KLIEN. SETELAH ITU KLIEN MENJALANI OPERASI.
QQ.
B. INTRA OPERATIF.
RR. SELAMA DILAKUKAN OPERASI, PERAWAT BERPERAN MEMBANTU KELANCARAN OPERASI DAN BEKERJA DALAM SUATU TIM DENGAN DOKTER BEDAH DAN ANESTESI. PERAN PERAWAT MULAI DARI PERSIAPAN ALAT-ALAT OPERASI (SEBAGAI INSTRUMENTATOR MAUPUN PERAWAT KELILING), PEMBERSIHAN BAGIAN TUBUH YANG AKAN DI OPERASI DAN MEMBERSIHKAN KEMBALI RUANGAN SETELAH OPERASI, SERTA MENGECEK ALAT-ALAT PADA PASIEN, BERUPA INFUS RL, DEXTROSE 5%, DRAIN, KATETER, DAN FIKSASI DENGAN FIGURE OF 8 MEMAKAI MITELLA 3 MGG.
SS.
C. POST OPERATIF.
TT. PADA POST OPERATIF, (DI RECOVERY ROOM), YANG PALING BANYAK BERPERAN ADALAH BAGIAN ANESTESI UNTUK MENILAI TINGKAT KESADARAN KLIEN YANG SELANJUTNYA AKAN DIBAWA KEMBALI KE RUANGAN. PERAWAT BERPERAN DALAM MENGOBSERVASI KEADAAN KLIEN KHUSUSNYA PERDARAHAN PADA DAERAH OPERASI. PADA PASIEN INI TIDAK DITEMUKAN PERDARAHAN LANJUT, DAN SETELAH KURANG LEBIH 30 MENIT DI RUANG PULIH SADAR, KLIEN KEMBALI KE RUANGAN..


1) DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996.

Robins & Kumar, Buku Ajar Patologi II, EGC, Jakarta, 1995

DEMOGRAFI

DEMOGRAFI
Definisi:
Demografi grafien: menulis

Demos : rakyat/ penduduk
Demografi tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai rakyat atau penduduk (Achille guillard).
Demografi adalah ilmu yang mempelajari secara statistic dan matematik tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk beserta perubahannya sepanjang masa, melalui bekerjanya 5 komponen demografi yaitu kelahiran (fertilitas), perkawinan, migrasi, dan mobilitas sosial.
Tujuan :
1. Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu
2. Menjelaskan pertumbuhan masa lampau penurunanya dan penyebaranya
3. Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan bermacam-macam aspek social
4. Mencoba meramalkan pertumbuhan penduduk di masa datang dan kemungkinan konsekuensinya
Kependudukan:
Sumber data kependudukan :
a. Sensus Penduduk (SP).
Indonesia telah melakukan sesus pada tahun ’71, ’80, ’90, dan 2000 (SP71, SP80, SP90, dan SP2000)
b. Survey penduduk, yaitu diataranya :
- SUPAS (Survei Penduduk Antar Sensus) pada tahun 1985 dan 1995.
- Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
- SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga)
- SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia)
c. Registrasi Penduduk, misalnya : Akte Kelahiran, Akta Nikah, Pembuatan KTP.
Dinamika penduduk :
Dinamika penduduk akan melahirkan push and pull theory, yaitu Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan mengurangi
• Kekuatan menambah (dorong/push) : kelahiran, imigrasi
• Kekuatan mengurangi (tarik/pull) : kematian, emigrasi
Laju pertumbuhan penduduk
Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun selalu bertambah. Perubahan jumlah penduduk ini disebut sebaagi pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk adalah bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk di suatu daerah atau negara dalam kurun waktu tertentu.Tingkat pertumbuhan penduduk di negara kita masih termasuk tinggi.
Pengukuran laju pertumbuhan penduduk yaitu :
1. Rate of natural increase (pertumbuhan penduduk alami)
Pt = Po + ( B - D) + (Mi – Mo)
2. Pertumbuhan Geometri
Pt = Po. (1+r) n
3. Pertumbuhan Eksponential
Pt = Po. e r. n
Keterangan :
- Pt : jumlah penduduk pada waktu sesudahnya (P=population)
- Po : jumlah penduduk pada waktu terdahulu (awal)
- B : kelahiran yang terjadi pada jangka waktu antara kedua kejadian tersebut (B=Birth)
- D : Jumlah kematian yang terjadi pada jangka (Death=mati)
- Mi : migrasi masuk pada jangka waktu yang sama (M=migration)
- Mo :migrasi keluar pada jangka waktu yang sama
- r : angka pertumbuhan penduduk (r=rate)
- n : lamanya waktu antara Po dengan Pt (n=number)
- e : angka eksponential = 2,71828 (e=eksponential/pangkat)
Pertumbuhan penduduk di suatu daerah/negara disebabkan oleh faktor-faktor demografi :
1. Angka kelahiran, fertilitas, natalitas/birth rate
2. Angka kematian, mortalitas/death rate.
3. Migrasi masuk (imigrasi) yaitu masuknya penduduk ke suatu daerah tempat tujuan (area of destination)
4. Migrasi keluar (emigrasi) yaitu perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal (area of origin)
Ukuran-ukuran dasar demografi
a. Rate
Angka yang menunjukkan kemungkinan terjadinya suatu kejadian/penyakit tertentu dalam populasi dan waktu tertentu atau perbandingan antara kejadian dengan jumlah penduduk yang memiliki resiko kejadian tersebut. Digunakan untuk menyatakan dinamika dan kecepatan kejadian tertentu dalam masyarakat.
Besarnya Rate = X x Konstanta (K)
Y
Contoh : Morbidity rate, Mortality rate, Natality rate)
b. Rasio / Ratio
Perbandingan antara nomerator dan denominator pada suatu waktu, atau perbandingan 2 bilangan yang tidak saling tergantung dan digunakan untuk menyatakan besarnya kejadian.
Besarnya rasio = X
Y
c. Proporsi
Perbandingan antara pembilang (Numerator) dengan penyebut (denominator) dimana Numerator termasuk/bagian dari denominator, dengan satuan %.

Proporsi = X x 100
( X+Y)
d. Rata-rata
Yaitu ukuran nilai tengah yang diperoleh dengan cara menjumlahkan semua nilai pengamatan yang didapat kemudian dibagi banyaknya pengamatan yang ada.
e. Frekuensi
Yaitu ukuran yang menyatakan berapa kali aktivitas/suatu kegiatan dilaksanakan pada periode waktu tertentu.
f. Cakupan
Ukuran untuk menilai pencapaian hasil pelaksanaan dari suatu terget kegiatan yang ditentukan pada periode tertentu.
Ukuran-ukuran demografi
1. Fertilitas :
Yaitu Kemampuan riil seseorang wanita untuk melahirkan, yang dicerminkan dalam jumlah bayi yang dilahirkan.
Ukuran fertilitas yaitu :
a. Crude Birth Rate = (Jumlah lahir hidup setahun : Populasi 1 Juli) x 100
b. Age Spesific Fertility Rate = (Jumlah lahir hidup wanita usia ttt : Jumlah wanita dengan usia ttt) x 1000
c. General Fertility Rate = Jumlah lahir hidup setahun : Jumlah wanita dalam “masa mampu hamil”) x 100
Masa mampu lahir = 15 – 44 th
2. Mortalitas / angka kematian
a. Crude Death Rate
Jumlah kelahiran hidup/tahun x 1000
Jumlah penduduk pertengahan th (1 Juli)
b. Age Spesific Death Rate (angka kematian usia tertentu)
Jumlah kematian oleh golongan usia ttt per th x 1000
Jumlah pddk gol usia yg bersangkutan pd pertengahan th (1 Juli)
Migrasi:
Perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain, yaitu :
1. Urbanisasi
2. Transmigrasi
3. Migrasi internal, yaitu Perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain migrasi keluar/emigrasi ,sedangkan masuknya penduduk kesuatu dalam suatu negara . Perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal disebut daerah tujuan disebut migrasi masuk./imigrasi Migrasi ini ada 2 macam :
a. Migrasi Bruto
Jumlah migrasi masuk dan keluar dalam suatu daerah atau negara.



Angka Migrasi Bruto
Angka yang menunjukan banyaknya migran masuk dan migran keluar selama satu tahun di bagi penduduk pada pertengahan tahun (1 Juli)
Rumus : jumlah migran masuk + migran keluar
Jumlah penduduk pertengahan tahun X 1000
b. Migrasi Neto
Merupakan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar, migrasi neto posistif jika migrasi masuk lebih besar dari pada migrasi keluar, sedangkan migrasi neto negatif adalah sebaliknya.
Angka Migrasi Neto
Angka yang menunjukan selisih jumlah migran masuk dan migran keluar selama satu tahun di bagi penduduk pada pertengahan tahun .
Rumus : jumlah migran masuk - migran keluar
Jumlah penduduk pertengahan tahun X 1000
Migrasi semasa hidup
Adalah penduduk yang tempat tinggal saat pencacahan berbeda dengan tempat kelahirannya.
PIRAMIDA PENDUDUK
Komposisi penduduk perlu diketahui untuk berbagai hal antara lain :
1. Untuk mengetahui sumber daya manusia yang tersedia atas dasar usia maupun jenis kelamin
2. Untuk mengambil kebijakan yang berhubungan dengan kependudukan
3. Untuk studi komparatif antar daerah
4. Untuk mengetahui proses demografi
Komposisi umur dan jenis kelamin paling penting karena tidak hanya diketahui keadaan penduduk secara biologis, namun juga kondisi penduduk secara ekonomi dan sosial. Dengan mengetahui susunan penduduk menurut umur dan jenis kelamin, maka dapat diketahui kemungkinan bertambahnya penduduk di masa yang akan datang.
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat disajikan dalam bentuk grafik yang disebut piramida penduduk, yaitu grafik batang dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Sumbu vertikal untuk interval usia
b. Sumber horizontal untuk jumlah penduduk dalam persen
c. Sebelah kiri untuk penduduk laki-laki, sebelah kanan untuk penduduk wanita.
d. Dasar sumbu vertikal untuk kelompok usia termuda, semakin ke atas semakin tua
e. Puncak piramida untuk penduduk tertua, biasanya dalam interval terbuka
f. Komposisi penduduk menurut umur menggunakan interval 5 tahun yaitu : 0-4, 5-9, 10-14, 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35- 39, 40- 44, 45-49, 50-54, 55-59, 60-64, 65-69, 70-74, 75+







Model Piramida
Jenis Penduduk / Jenis Piramida
CIRI MUDA TETAP TUA
Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate) Tinggi Tidak Tinggi Menurun sangat pesat
Angka Kematian Kasar
(Crude Death Rate) Rendah Rendah Sangat kecil
Bentuk
Model Piramida penduduk Muda contohnya adalah Indonesia, India, Filipina, Brazili. Piramida penduduk Muda biasanya pada negara-negara berkembang.
Model piramida penduduk Tetap contohnya : Belanda, Swedia, Australia.
Model Piramida penduduk Tua contohnya adalah Jerman, Belgia, Swiss, Spanyol.
Untuk menentukan kategori suatu penduduk, apakah termasuk tua atau muda dapat dipakai usia median ataupun persentase jumlah penduduk di beberapa kelompok usia sebagai berikut :
Kriteria Penduduk Tua Penduduk Menengah Penduduk Muda
Kelompok Umur
0 -14 th £ 30 % Diantara Tua dan Muda > 40%
15 – 64 th > 60% £ 55%
65 + th >10 % £ 5%
Umur median > 30 th £ 20 th
Sumber Nurdin, 1991
Berdasarkan piramida penduduk, kita dapat membuat perbandingan berbagai karakteristik penduduk menurut Dependency Ratio (Rasio Ketergantungan) dan Sex Ratio (Rasio jenis kelamin).
Dependency Ratio
Perbandingan antara penduduk usia tidak produktif terhadap yang produktif.
d.r = ( P 0-14) + (P65+) x K
(P15-64)
Keterangan :
d.r = dependency ratio
p = jumlah populasi usia tertentu
k = konstanta, biasanya kasus kontrol = 100 (%)
Angka beban tanggungan Jateng (2003) adalah 51,61%.
Sex Ratio
Sex ratio digunakan untuk mengukur komposisi jenis kelamin.
Sex Ratio = S penduduk laki-laki x 100
S penduduk perempuan
Rasio jenis kelamin untuk Jateng (2003) adalah 99 %



Perkawinan:
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.

Ukuran-ukuran Perkawinan

a. Angka Perkawinan Kasar

Angka perkawinan kasar menunjukkan persentase penduduk yang berstatus kawin terhadap jumlah penduduk keseluruhan pada pertengahan tahun untuk suatu tahun tertentu.

Kegunaan:
Perkawinan merupakan variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, antara lain melalui pendek atau panjangnya usia subur yang dilalui pasangan usia subur (PUS) yang menentukan banyaknya kelahiran. Jika tidak memakai suatu alat kontrasepsi untuk mengatur kelahiran, maka perkawinan usia muda akan membuat PUS melewati masa yang panjang dan berpotensi melahiran jumlah anak yang lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang menikah di atas usia 25 tahun. Davis dan Blake (1974) mengelompokkan perkawinan sebagai salah satu variabel antara dalam mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas.

Cara menghitung:
Jumlah penduduk yang berstatus kawin dibagikan dengan jumlah penduduk pertengahan ahun dan dikalikan dengan 1000.

M = M/P x 1000

Dimana:
M = angka perkawinan kasar
M = jumlah perkawinan dalam satu tahun
P = jumlah perkawinan pertengahan tahun

Data yang diperlukan
Jumlah penduduk berstatus kawin dalam satu tahun dan jumlah penduduk pertengahan tahun.

b. Angka Perkawinan Umum

Angka perkawinan umum menunjukkan proporsi penduduk yang berstatus kawin terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas pada pertengahan tahun untuk satu tahun tertentu.
Kegunaan:
Seperti halnya dengan angka perkawinan kasar, angka perkawinan umum digunakan untuk memperhitungkan proporsi penduduk kawin. Namun disini, pembagiannya adalah penduduk usia 15 tahun ke atas dimana penduduk bersangkutan lebih beresiko kawin. Penduduk berumur kurang dari 15 tahun tidak diikutsertakan sebagai pembagi karena umumnya mereka tidak beresiko kawin. Sehingga angka perkawinan umum menunjukkan informasi yang lebih realitas.

Cara menghitung:
Jumlah penduduk yang berstatus kawin dalam satu tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk berumur 15+ tahun pada pertengahan tahun tertentu serta dikalikan dengan 1000

Mu = M/P15 x 1000

Mu = Angka perkawinan umum
M = Jumlah perkawinan dalam satu tahun
P15 = Jumlah penduduk pertengahan tahun pada usia 15+ tahun

Data yang diperlukan
Jumlah penduduk berstatus kawin yang tercatat dalam satu tahun dan jumlah penduduk pertengahan tahun umur 15 tahun ke atas.

c. Angka Perkawinan Spesifik (Angka Perkawinan menurut Kelompok Umur)

Dalam perhitungan angka perkawinan kasar maupun angka perkawinan umum tidak diperhatikan umur dan jenis kelamin. Perkawinan merupakan hubungan antara 2 jenis kelamin yag berbeda, dan pada umumnya mempunyai karakteristik yang berbeda. Angka perkawinan spesifik (age specific marriage rate) atau angka perkawinan menurut kelompok umur melihat penduduk berstatus kawin menurut kelompok umur dan jenis kelamin.

Kegunaan:
Angka perkawinan umur spesifik berguna untuk melihat perbedaan konsekuensi perkawinan yang berbeda antar kelompok umur dan jenis kelamin. Perbedaan tersebut menyangkut kesiapan mental, kesiapan reproduksi, dan lain sebagainya. Angka perkawinan spesifik ini memberikan gambaran persentase penduduk kawin menurut kelompok umur dan jenis kelamin, sehingga dapat dibandingkan perbedaannya.

Diketahui angka perkawinan menurut umur dan jenis kelamin ini dapat memberikan inspirasi pengembangan program-program yang ditujukkan kepada remaja, seperti penundan perkawinan, jika sudah kawin maka setidaknya bagi anak perempuan disarankan untuk menunda kehamilan sampai mencapai usia yang cukup, pelayanan kesehatan reproduksi terutama bagi anak perempuan sehingga mereka siap untuk mengarungi masa reproduksi sehat.



Cara menghitung
Jumlah penduduk berstatus kawin pada kelompok umur “i” dengan jenis kelamin “s”dibagikan dengan jumlah penduduk pada kelompok umur “i” dengan jenis kelamin “s” dikalikan dengan 1000

Data yang diperlukan:
Jumlah perkawinan menurut kelompok umur dan jenis kelamin yang terjadi dalam satu tahun dan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelopok umur pada pertengahan tahun.

Perceraian:

Perceraian adalah suatu pembubaran yang sah dari suatu perkawinan dan perpisahan antara suami dan isteri oleh surat keputusan pengadilan yang memberikan hak kepada masing-masing untuk melakukan perkawinan ulang menurut hukum sipil dan agama, adat dan kebudayaan yang berlaku di tiap-tiap daerah.
Pada dasarnya semua ajaran agama yang baik tidak mengizinkan perceraian; yang membedakan satu dengan lainnya adalah pemahaman dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemuka-pemuka agama bertahun-tahun silam.
Perceraian memang tidak pantas untuk dijadikan pilihan pertama, dalam menyikapi ketidakharmonisan didalam perkawinan.

Faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut :
1. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
2. Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
3. Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
4. Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
5. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang.

Ukuran-ukuran perceraian

a. Angka perceraian kasar

Definisi:
Angka perkawinan kasar menunjukkan persentase penduduk yang berstatus cerai terhadap jumlah penduduk keseluruhan pada pertengahan tahun untuk suatu tahun tertentu.

Kegunaan:
Perceraian mempunyai implikasi demografis sekaligus sosiologis. Implikasi demografi adalah mengurangi fertilitas sedangkan implikasi sosiologis lebih kepada status cerai terhadap perempuan dan anak-anak mereka.

Cara menghitung:
Angka perceraian kasar dihitung dengan membagi kasus perceraian yang terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun di suatu wilayah tertentu.
c = C x 1.000
p
dimana:
c : angka perceraian kasar
C: jumlah perceraian yang terjadi selama satu tahun
P: jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama


b. Angka perceraian umum

Definisi:
Angka perceraian umum menunjukkan proporsi penduduk yang berstatus cerai terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun keatas pada pertengahan tahun untuk suatu tahun tertentu.

Kegunaan:
Angka perceraian umum digunakan untuk memperhitungkan proporsi penduduk cerai. Namun disini pembaginya adalah penduduk 15 tahun keatas dimana penduduk bersangkutan lebih berisiko cerai. Penduduk berumur kurang dari 15 tahun tidak diikutsertakan sebagai pembagi karena umumnya mereka tidak berisiko cerai, sehingga angka perceraian umum menunjukkan informasi yang lebih baik karena memperhitungkan umur dan factor risiko.
Cara menghitung:
Rumus umum yang digunakan adalah
C15+ = C x 1.0000
P15+
Dimana:
C15+ : angka perceraian umum
C : perceraian yang terjadi dalam satu tahun
P : jumlah penduduk 15 tahun keatas pada pertengahan tahun
PROPOSAL TERAPI AKTVITAS KELOMPOK SOSIALISASI


A. Landasan Teori
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).
2. Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara–suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau yang menjijikkan seperti: darah, urine, atau feses. Kadang–kadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan dementia.
d. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.


e. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna, atau pembentukan urine.

3. Tahapan Halusinasi, Karakteristik Dan Perilaku Yang Ditampilkan
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I
Memberi rasa
nyaman tingkat
ansietas sedang
secara umum,
halusinasi
merupakan suatu
kesenangan. Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
menghilangkan ansietas.
Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik. Tersenyum, tertawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakkan mata yang cepat.
Respon verbal yang lambat.
Diam dan berkonsentrasi.
Tahap II
Menyalahkan tingkat kecemasan berat secara umum, halusinasi menyebabkan perasaan antipati. Pengalaman sensori menakutkan.
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut.
Mulai merasa kehilangan kontrol.
Menarik diri dari orang lain nonpsikotik. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan berkurang.
Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja.
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.
Tahap III
Mengontrol.
Tingkat kecemasan berat.
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi).
Isi halusinasi menjadi atraktif.
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik. Perintah halusinasi ditaati.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat
Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh Halusinasi.
Klien panik.
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik. Perilaku panik.
Resiko tinggi mencederai.
Agitasi atau kataton.
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas yang menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dibagi dalam 5 sesi, yaitu:
1. Sesi I : Klien mengenal halusinasi.
2. Sesi II : Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
3. Sesi III : Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain.
4. Sesi IV : Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas
terjadwal.
5. Sesi V : Mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Klien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya, mengontrol halusinasinya, dan mengikuti program pengobatan secara optimal.
2. Tujuan khusus
a. Klien dapat mengenal halusinasi.
b. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
c. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
d. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal.
e. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.

C. PERSIAPAN
1. Analisa Situasi
a. Tempat : Halaman
b. Hari/Tanggal : Senin, 14 November 2011
c. Waktu : Pk. 09.00 – 09.40 WIB
d. Alokasi Waktu :
1) Perkenalan dan pengarahan (5 menit)
2) Terapi kelompok (30 menit)
3) Penutup (5 menit)
e. Jumlah Peserta : 5 orang
f. Metode dan media : papan nama, whiteboard, spidol
2. Uraian Tugas
1) Leader
a. Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas kelompok sebelum kegiatan dimulai.
b. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan memperkenalkan dirinya.
c. Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan tertib.
d. Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok.
e. Menjelaskan permainan.
2) Co-Leader
a. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas klien.
b. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang.
c. Mengatur alur permainan (menghidupkan dan mematikan tape recorder).
3) Fasilitator
a. Memfasilitasi klien yang kurang aktif.
b. Berperan sebagai role play bagi klien selama kegiatan.
4) Observer
a. Mengobservasi jalannya proses kegiatan.
b. Mencatat perilaku verbal dan non verbal klien selama kegiatan berlangsung.

D. KRITERIA KLIEN
1. Klien gangguan orientasi realita yang mulai terkontrol.
2. Klien yang mengalami perubahan persepsi.

E. PROSES SELEKSI
1. Mengobservasi klien yang masuk kriteria.
2. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.
3. Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.
4. Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi: menjelaskan tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok dan aturan main dalam kelompok.

F. URAIAN STRUKTUR KELOMPOK
1. Tempat : halaman
2. Hari/Tanggal : Senin, 14 November 2011
3. Waktu : Pk.09.00 – 09.40 WIB
4. Alokasi Waktu : Perkenalan dan pengarahan (5 menit)
Terapi kelompok (30 menit)
Penutup (5 menit)
5. Jumlah Peserat : 5 orang


G. METODE DAN MEDIA
1. Metode
a. Diskusi
b. Bermain peran/stimulasi
2. Media
a. Papan nama
b. Whiteboard
c. Spidol

H. SETTING
1. Klien dan terapis duduk bersama dalam satu lingkaran.
2. Ruangan yang nyaman dan tenang.

















Keterangan :
L : Leader
Co : Co Leader
F : Fasilitator
O : Observer
K : Klien

I. PENGORGANISASIAN
1. Leader : Surya Dwiyono
2. Co-Leader : R.R. Nabella Qordoves
3. Observer : Tubagus Human Affin
4. Fasilitator : Umi, Yuanita, Soni, Putri

J. PROSES PELAKSANAAN
a. Salam terapeutik
1. Salam terapeutik kepada klien.
2. Perkenalan nama lengkap dan nama panggilan semua struktur (beri papan nama.
3. Menanyakan nama lengkap dan nama panggilan dari semua klien (beri papan nama).
b. Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
c. Kontrak
1. Leader menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu mengenal suara-suara yang didengar.
2. Leader menjelaskan aturan main.
3. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus minta izin kepada leader.
4. Lama kegiatan 45 menit.
5. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.


d. Tahap kerja
1. Leader menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan yaitu mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi yang membuat terjadi dan perasaan klien pada saat halusinasi muncul.
2. Leader meminta klien menceritakan isi halusinasi, waktu terjadinya, situasi yang membuat terjadi dan perasaan klien saat terjadi halusinasi.
3. Hasilnya ditulis di whiteboard.
4. Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.
5. Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi pada saat terjadi dan perasaan klien dari suara yang biasa didengar.
e. Tahap terminasi
1. Evaluasi
a) Leader menanyakan perasaan klien setelah menikuti TAK.
b) Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
2. Tindak Lanjut
a) Leader meminta untuk melaporkan isi, waktu, situasi dan perasaan jika halusinasi muncul.
3. Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati TAK yang akan datang: cara mengontrol halusinasi.
b) Menyepakati waktu dan tempat.

K. ANTISIPASI MASALAH
Penanganan terhadap klien yang tidak aktif dalam aktivitas
a. Memanggil klien.
b. Memberi kesempatan pada klien untuk menjawab sapaan perawat atau klien lain.
Bila klien meninggalkan kegiatan tanpa izin
a. Panggil nama klien.
b. Tanyakan alasan klien meninggalkan kegiatan.


Bila klien lain ingin ikut
a. Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada klien yang telah dipilih.
b. Katakan pada klien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin didikuti oleh klien tersebut.
c. Jika klien memaksa beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi pesan pada kegiatan ini.

L. KRITERIA EVALUASI
Evaluasi Struktur
a. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
b. Posisi tempat di lantai menggunakan tikar.
c. Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan.
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
e. Leader, Co-leader, Fasilitator, observer berperan sebagaimana mestinya.

Evaluasi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Leader mampu memimpin acara.
c. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
d. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab dalam antisipasi masalah.
f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.
g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir.

Evaluasi Hasil
Diharapkan 75% dari kelompok mampu:
a. Menjelaskan apa yang sudah digambarkan dan apa yang dilihat.
b. Menyampaikan halusinasi yang dirasakan dengan jelas.
M. Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Formulir yang dievaluasi
Sesi I TAK Stimulasi Persepsi Sensori (Halusinasi)
Kemampuan Personal/Halusinasi

No Nama Klien Menyebut Isi Halusinasi Menyebutkan Waktu terjadi Halusinasi Menyebut Situasi Halusinasi Muncul Menyebut Perasaan saat berhalusinasi






DAFTAR PUSTAKA

Gail Wiscart Stuart, Sandra J. Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC, Jakarta 1995



TUGAS
KEPERAWATAN JIWA II
TAK Persepsi Sensori


















DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
S1/IIIB





SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
PRODI S1 KEPERAWATAN
2011

ASKEP KALA 3

ASUHAN KEPERAWATAN
KALA III

1. Pengkajian Dasar Data Klien
a. Aktivitas / Istirahat
Perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan
b. Sirkulasi
1. Tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat, kemudian kembali ke tingkat normal dengan cepat.
2. Hipotensi dapat terjadi sebagai respons terhadap analgesic dan anastesi.
3. Frekuensi nadi melambat pada respons terhadap perubahan curah jantung
c. Makanan / Cairan
Kehilangan darah normal kira-kira 250-300 ml
d. Nyeri / ketidaknyamanan
Dapat mengeluh tremor kaki/menggigil
e. Keamanan
1. Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan adanya robekan atau laserasi.
2. Perluasan episiotomy atau laserasi jalan lahir mungkin ada.
f. Seksualitas
1. Darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari endometrium, biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan bayi.
2. Tali pusat memanjang pada muara vagina.
3. Uterus berubah dari discoid menjadi bentuk globular dan meninggalkan abdomen.
2. Prioritas keperawatan
a. Meningkatkan kontraktilitas uterus.
b. Mempertahankan volume cairan sirkulasi
c. Meningkatkan keamanan maternal dan bayi baru lahir
d. Mendukung interaksi orantua-bayi
3. Diagnose Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap
Faktor resiko dapat meliputi : kurang/pembatasan masukan oral, muntah, diaphoresis, peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, atonia uterus, laserasi jalan lahir, tertahannya fragmen plasenta.
Hasil yang diharapkan klien akan :
Menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal, nadi dapat diraba.
Mendemonstrasikan kontraksi adequate dari uterus dengan kehilangan darah DBN.
b. Cedera, resiko tinggi terhadap, maternal
Faktor resiko dapat meliputi :
Posisi selama melahirkan atau pemindahan, kesulitan dengan pelepasan plasenta, profil darah abnormal.
Hasil yang diharapkan klien akan : mengobservasi tindakan keamanan
Bebas dari cedera maternal
c. Proses keluarga, perubahan, resiko tinggi terhadap
Faktor resiko dapat meliputi : terjadinya transisi (penambahan anggota keluarga), krisis situasi (perubahan pada peran atau tanggung jawab).
Hasil yang diharapkan klien : mendemonstrasikan perilaku yang menandakan kesiapan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pengenalan bila ibu dan bayi secara fisik stabil.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), berkenaan dengan proses persalinan.
dapat berhubungan dengan : kurang informasi dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : pengungkapan pertanyaan /masalah, kurang kerjasama.
Hasil yang diharapkan klien : mengungkapkan pemahaman respons fisiologis.
Secara aktif ikut dalam upaya-upaya mendorong untuk meningkatkan pengeluaran plasenta
e. Nyeri ( Akut )
Dapat berhubungan dengan trauma jaringan, respons fisiologis setelah melahirkan.
Kemungkinan dibuktikan oleh : pengungkapan, perubahan tonus otot, gelisah.
Hasil yang diharapkan klien : mengungkapkan penatalaksanaan/reduksi nyeri.

4. Intervensi dan Rasional
a. Diagnose 1 ( kekurangan volume cairan )
Intervensi Rasional
1. Instruksikan klien untuk mendorong pada kontraksi; bantu mengarahkan perhatiannya untuk mengejan.


2. Kaji tanda vital sebelum dan setelah pemberian oksitoksin.
3. Palpasi uterus ; perhatikan “ballooning”
4. Pantau tanda dan gejala kehilangan cairan berlebihan/syok (missal periksa TD, nadi, sensorium, warna kulit dan suhu).
5. Tempatkan bayi di payudara klien bila ia merencanakan untuk memberi ASI.
6. Masasse uterus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta.

7. Catat waktu dan mekanisme pelepasan plasenta ; misal, mekanisme dunkan versus, mekanisme SCHULZE.

8. Inspeksi permukaan plasenta maternal dan janin. Perhatikan ukuran, insersi tali pusat, keutuhan, perubahan vascular berkenaan dengan penuaan, dan klasifikasi yang mungkin menimbulkan abrupsi.
9. Dapatkan dan catat informasi yang berhubungan dengan inspeksi uterus dan plasenta untuk fragmen plasenta yang tertahan.
10. Hindari menarik tali pusat secara berlebihan.
11. Berikan cairan melalui rute parenteral.

12. Berikan oksitoksin melalui rute IM/IV drip diencerkan dalam larutan elektrolit, sesuai indikasi. Preparat ERGOT IM dapat diberikan pada waktu yang sama.
13. Dapatkan dan catat informasi yang berhubungan dengan inspeksi jalan lahir terhadap laserasi. Bantu dengan perbaikan servik, vagina, dan luasnya episiotomy.
14. Bantu sesuai kebutuhan dengan pengangkatan plasenta secara manual dibawa anastesi umum dan kondisi steril.
15. Tinggikan fundus dengan memasukkan jari kebelakang dan menggerakkan badan uterus keatas simphisis pubis. 1. Perhatian klien secara alami pada bayi baru lahir; selain itu, keletihan dapat mempengaruhi upaya-upaya individu dan ia memerlukan bantuan dalam mengarahkan kearah membantu pelepasan plasenta. Mengejan membantu pelepasan dan pengeluaran, menurunkan kehilangan darah, dan meningkatkan kontraksi uterus.
2. Efek samping oksitoksin yang sering terjadi adalah hipertensi.

3. Menunjukkan relaksasi uterus dengan perdarahan ke dalam rongga uterus.
4. Hemorragea dihubungkan dengan kehilangan cairan lebih besar dari 500ml dapat dimanifestasikan oleh peningkatan nadi, penurunan tekanan darah, sianosis, disorientasi, peka rangsang dan penurunan kesadaran.

5. Penghisapan merangsang pelepasan oksitoksin dari hipofisis posterior, meningkatkan kontraksi miometrik dan menurunkan kehilangan darah.

6. Miometrium berkontraksi sebagai respon terhadap rangsang taktil lembut, karenanya menurunkan aliran lokia dan menunjukkan bekuan darah.
7. Pelepasan harus terjadi dalam 5menit setelah kelahiran. Kegagalan untuk lepas memerlukan pelepasan manual. Lebih banyak waktu diperlukan bagi plasenta untuk lepas, dan lebih banyak waktu dimana miometrium tetap rileks, lebih banyak darah hilang.

8. Membantu mendeteksi abnormalitas yang mungkin berdampak pada keadaan ibu atau bayi baru lahir.







9. Jaringan plasenta yang tertahan dapat menimbulkan infeksi pasca partum dan hemorraghe segera atau lambat. Bila terdeteksi, fragmen harus dilepaskan secara manual atau dengan instrument yang tepat.
10. Kekuatan dapat menimbulkan putusnya tali pusat dan retensi fragmen plasenta, meningkatkan kehilangan darah.
11. Bila kehilangan cairan berlebihan, penggantian secara parenteral membantu memperbaiki volume sirkulasi dan oksigenasi dari organ vital.
12. Meningkatkan efek vasokonstriksi dalam uterus untuk mengontrol perdarahan pasca partum setelah pengeluaran plasenta. Bolus IV dapat mengakibatkan hipertensi maternal. Intoksikasi air dapat terjadi bila larutan elektrolit digunakan.


13. Laserasi menimbulkan kehilangan darah dapat menyebabkan hemorraghe.







14. Intervensi manual perlu untuk memudahkan pengeluaran plasenta dan menghentikan hemorraghe.



15. Dapat diminta oleh praktisi untuk memudahkan pemeriksaan internal.

b. Diagnose 2 (CEDERA)
INTERVENSI RASIONAL
1. Palpasi fundus dan masase dengan perlahan
2. Masase fundus dengan perlahan setelah pengeluaran plasenta. (rujuk pada DK:kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap).
3. Kaji irama pernapasan dan pengembangan.



4. Bersihkan vulva dan perineum dengan air dan larutan antiseptic steril; berikan pembalut perineal steril.
5. Rendahkan kaki klien secara simultan dari pijakan kaki.
6. Bantu dalam berpindah dari meja melahirkan ke tempat tidur atau branchard dengan tepat.

7. Kaji perilaku klien perhatikan perubahan SSP.



8. Dapatkan sampel darah tali pusat;kirimkan ke laboratorium untuk menentukan golongan darah bayi baru lahir. Catat informasi berkenaan dengan sampel yang di kirimkan.
9. Gunakan bantuan ventilator bila di perlukan
10. Bila terjadi inverse uterus : berikan penggantian cairan, pasang kateter perkemihan inwelling; dapatkan golongan darah dan pencocokan silang;pantau tanda vital, dan pertahakan pencatatan masukan atau haluaran dengan cermat.
11. Berikan oksitosin IV, posisikan kembali uterus di bawah pengaruh anestesi,dan beriakan ergonofin maleat (ergotrat IM) setelah penempatan uterus kembali bantu dengan tampon uterus sesuai indikasi.
12. Berikan antibiotic profilaktik. 1. Memudahkan pelepasan plasenta.

2. Menghindari rangsangan atau trauma berlebihan pada fundus.





3. Pada pelepasan plasenta, bahaya ada berupa emboli cairan amnion dapat masuk ke sirkulasi maternal,menyebabkan emboli paru, atau perubahan cairan dapat mengakibatkan mobilisasi emboli.
4. Menghilangkan kemungkinan kontaminan yang dapat mengakibatkan infeksi saluran asenden selama periode pasca partum.


5. Membantu menghindari regangan otot.


6. Klien mungkin tidak dapat menggerakan tungkai bawah karena efek lanjut dari anestesi. Perawatan blok pasca spinal atu blok sadel dapat ,menyebabkan klien tetap datar selama beberapa jam setelah melahirkan, meskipun kewaspadaan adalah controversial.
7. Peningkatan tekanan intra cranial selama mendorong dan peningkatan curah jantung yang cepat membuat klien dengan aneurisme cerebral sebelumnya beresiko terhadap rupture.
8. Bila bayi adalah RH + dank lien RH – klien akan menerima imunisasi dengan imun globulin RH (RH-IG) pada periode pasca partum.





9. Kegagalan pernapasan dapat terjadi mengikuti emboli amnion atau pulmoner.
10. Hemoraghi maternal cepat dan syok mengikuti inverse,dan intervensi segera di perlukan untuk menyelamatkan jiwa.
Fungsi ginjal bermanfaat sebagai indicator dari tingkat cairan atau perfusi jaringan.






11. Meningkatkan kontraktilitas myometrium uterus.








12. Membatasi potensial infeksi endometrial.

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
Pengertian :
Suatu syndrome gagal nafas akut sebagai akibat kerusakan sawar kapiler alveoli sehingga menyebabkan odem paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler. (Barbara long, 1996)
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intra alveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)



Faktor resiko/ penyebab:
ARDS merupakan respon dari macam-macam injury atau penyakit yang mengenai paru baik langsung maupun tidak langsung
Primer :
1. Aspirasi cairan lambung
2. Tenggelam
3. Kontusio paru (bisa akibat tabrakan)
4. Keracunan oksigen
5. Emboli lemak
6. Emboli cairan ketuban
7. Trauma inhalasi
8. Aspirasi virus pneumonia
9. Infeksi difusi alveolar
10. Menghirup racun iritan
Sekunder :
1. Sepsis
2. Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam
3. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
4. Pankreatitis
5. Uremia
6. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
7. Idiophatic (tidak diketahui)
8. Bedah Cardiobaypass yang lama
9. Transfusi darah yang banyak
10. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
11. Peningkatan TIK
12. Terapi radiasi
13. Trauma hebat, Cedera pada dada

Penyakit Yang Dapat Menyebabkan ARDS :
Pulmonary :
a) Virus pneumonia
b) Fungi pneumonia
c) Pneumocystis carinii
d) Military tuberculosis
e) Legionaire’s pneumonia
f) Radiation pneumonitis
g) Contusio paru
h) Cairan aspirasi (gastric, tenggelam, hydrocarbon, ethylene glycol)
i) Inhalasi racun (rokok, kimia corrosive, O2 konsentrasi meningkat, amniotic fluid embolic.
Non pulmonary :
a) Shock (traumatic, hemorrhagic, bacterial, pneumonia septic)
b) Emboli lemak
c) Trauma kepala
d) Trauma non thoraks
e) Pancreatitis
f) Uremia
g) Drug overdose (heroin, methadone barbiturat).
h) Massive blood transfusion
i) Reaksi transfuse
j) Pembekuan darah intravaskuler
k) By pass cardiopulmonary
l) Penambahan tekanan intracranial
m) Cairan overload
n) Eclampsia
o) Gejala defisiensi autoimmune

Patofisiologi :
Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial, seolah-olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru.
Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum.
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase Eksudatif
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan cederanya.

POHON MASALAH











Komplikasi :
1. Odem paru tekanan hidrostatik gagal jantung
2. Odem paru retensi air gagal ginjal
3. Odem paru hipoalbumin nefrotik syndrome
Manifestasi klinis:
Odem paru sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan ARDS.
Pada ARDS timbul kaskade inflamasi beberapa jam setelah terjadi kerusakan jaringan sehingga neutrofil teraktivasi lalu beragregasi melekat pada sel endothel, mengeluarkan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan odem.
Pada ARDS Alveoli akan terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein, neutrofil, dan sel-sel inflamasi, lalu terbentuk membrane hyialin mengakibatkan difusi O2 alveoli ke kapiler terganggu sehingga klien mengalami hipoksia.
Terlihat 12-48 jam sesudah kejadian
1. Takipnea
2. Gelisah akibat hipoksemia
3. Retraksi suprasternal dan interkostal
4. Pernafasan cuping hidung
5. Sianotik sejalan dengan derajat hipoksemia
6. Ronki basah di seluruh lapangan paru
7. Hipotensi sistemik dengan ekstremitas dingin biasanya pada sepsis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
a. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
c. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
e. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
( YasminAsih Hal 128 ).
Kriteria untuk diagnosa ARDS :
Klinik
Keadaan katastropik : paru atau bukan paru
Eksklusi : Penyakit paru kronis, keadaan abnormal ventrikel kiri.
Distress pernafasan : Tachypnea > 20 x/menit, susah bernafas.
Radiografi
Difusi pulmonal menyebar Infiltrasi interstitial (awal) Infiltrasi alveoli (lanjut/akhir) Fisiologi Hipoksemia refractory. Pa O2 60 % Kompliance paru rendah 1000 gr) Congestive atelektasis Membran hyaline Fibrosis

Pemeriksaan diagnostik:
Pemeriksaan foto thorax di tandai rasio jantung paru normal, corakan vaskuler normal atau menurun, bercak infiltrate tersebar di kedua paru. Edema terdistribusi di perifer jarang terjadi efusi pleura
Pemeriksaan analisis gas darah:
Hipoksemia, PaO2 < 50 mmHg dengan FiO2 > 60% atau PaO2/ FiO2 < 200, daya kembang paru < 50 ml/cm H2O
kriteria diagnosa operasional ARDS berdasarkan : hipoksia, infiltrat yang terbesar luas pada kedua lapang paru dan penurunan daya kembang paru .
Penatalaksanaan :
• Tidak ada terapi spesifik untuk ARDS
• Terapi di tujukan kepada kausa dasar
• Terapi hanya suportif meliputi:
1. Ventilasi mekanis
Tujuan: mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan menghindari oksigen toksisitas serta komplikasi akibat dari pemakaian ventilasi mekanis- ventilator associated lung injury.
Metode yang di gunakan: open lung approach dengan peningkatan PaCO2 yang bisa di tolerir (permissive hypercapnea)
Target : PaO2 55-80mmHg atau SpO2 88-95% dengan FiO2 ≤ 60% Tidal volume yang rendah
Pemberian tidal volume yang tradisional (12-15cc/kgBB) pada pasien ARDS mengakibatkan over distensi pada normally aerated lung unit.
Tekanan transpulmonal yang tinggi juga menimbulkan over distensi unit-unit paru acute lung injury
Tidal volume yang di rekomendasikan adalah 6cc/kg BB dengan tekanan plateu ≤ 30cm H2O
Untuk mencegah ventilator associated lung injury (VALI)
PEEP yang adekuat
Tujuan pemberian PEEP yang adekuat pada ARDS (open lung approach) :
a. Tidak menyebabkan over distensi pada alveoli yang sehat
b. Mencegah alveoli yang cidera agar tidak kolaps
c. Mencegah terjadinya cidera alveoli iatrogenik
Pressure controlled ventilation
Strategi ventilasi ARDS low volume-high frequency ventilation (Oczenky, 1997) dengan permissive hypercapnea:
a. Ventilasi mode pressure control( BIPAP, PVC) dengan PEEP
b. Inverse ratio ventilation/ IRV
c. Tidal volume yang kecil 5-6ml/kg BB
d. Frekuensi nafas yang tinggi ≤ 35x/ menit untuk mencegah peningkatan airway pressure yang berbahaya
Permissive hypercapnea
Strategi menurunkan volume tidal untuk mencegah ALI dapat menimbulkan retensi CO2. Oleh karena itu startegi ini disebut permissive hypercapnea. Asidosis respiratorik yang terjadi 1-2 hari secara gradual dapat di toleransi oleh pasien ARDS. Sasaran pH arteri adalah 7,30< pH, 7,45, sedangkan yang di rekomendasikan pada permissive hypercapnea adalah pH≥7,20.

2. Manajemen cairan dan hemodinamik

a. Konsep retraksi cairan pada ALI dan ARDS ditunjukan untuk mengurangi terjadinya odem paru
b. Yang patut diperhatikan sebenarnya adalah untuk mempertahankan volume intravaskuler pada nilai yang terendah yang tetap memberikan perfusi sistemik yang adekuat.

3. Terapi surfaktan
a. Terapi pengganti surfakatan pada ARDS neonates dinilai berhasil dan diusulkan saat ini pada pasien ARDS dan ALI dewasa
b. Pada kenyataanya satu studi menunjukan bahwa surfactant sintetik tidak memiliki efek oksigenasi,efek pada ventilasi mekanisme efek survival
c. Kemungkinanya karena surfaktan yang digunakan adalah sediaan aerosol dengan hanya 5% yang dapat mencapai rongga udara distal dan produk yang digunakan menggunakan bahan dari protein sehingga kurang efektif bagi pasien ALI dan ARDS

4. Nitric oxide inhalasi dan vasodilator

a. Niteic oxide adalah vasodilator poten yang dapat diberikan dengan inhalasi tanpa penyebabkan vasodilatasi sistemik
b. Penggunaan nitrit oxide tidak dapat direkomendasikan secara rutin tetapi berguna dalam terrapin pertama pada pasien dengan hipoksemia refrakter
c. Terapi dengan vasodilator selektif lainnya seperti sodium itroppruside, hidralazine, alprostdil (prostaglandin E1) dan epoprostenol (prostacylin)
d. Hingga saat ini belum menunjukan keuntungan.

5. Glucocortikoid dan anti inflamasi
a. Penelitian melaporkan bahwa pemberian glucocotircoid tidak memberikan keuntungan jika diberikan sebelum onset timbulnya kelainan atau pada awal sehingga sering diberikan pada fase akhir dari ARDS atau ALI
b. Karena terapi dengan metilpednisolon dosis tinggi dapat meningkatkan insiden infeksi maka penggunan rutin dari obat ini pada pasien dengan ALI dan ARDS belum direkomendasikan hingga trial hasil penelitian multicenter tersedia
c. Pemberian Glococorticoid dosis tinggi jangka pendek dapat dipertimbangkan sebagai terapi awal pada penyakit berat.

6. Intensive care secara umum
Perawatan intensive care secara umum :
a. Hemodinamik dan cairan: manajemen hemodinamik pada ALI dan ARDS ditunjukan untuk mengurangi terjadinya odem paru. Yang perlu diperhatikan sebenarnya adalah untuk mempertahankan volume intravaskuler pada nilai yang terendah yang tetap memberikan perfusi sistemik yang adekuat.
b. Nutrisi: nutrisi bagi pasien ARDS sangatlah penting untuk menunjang kesembuhanya dalam waktu yang optimal yaitu dengan diit tinggi kalori dan protein untuk mempercepat proses penyembuhan luka pada paru yang cidera.
c. Nosokomial: hindarkan pasien dari infeksi nosokomial yang mungkin dapat terjadi agar tidak memeperburuk keadaan pasien.
d. Hygiene: selama klien sakit perawat dapat membantu memelihara personal hygiene pasien secara maksimal.
e. Monitoring: monitoring secara berkala untuk mengontrol keadaan pasien.





ASKEP

PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Keadaan Umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypass yang lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat (cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
e. Riwayat Alergi

2. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath) : sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
B2 (Blood) : pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop.
B3 (Brain) : kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
B4 (Bowel) : -
B5 (Bladder) : -
B6 (Bone) : kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.

3. Pemeriksaan Diagnostik
LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya normal.
Tes fungsi paru : normal atau menunjukkan defek restriktik disertai gangguan pertukaran udara.
BGA : hasil BGA menunjukkan adanya hipoksemia.
Biopsi Darah :
PaO2/FiO2 < 200 = ARDS
PaO2/FiO2 < 300=ALI
Foto thorak dan CT : terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihilir paru yang biasanya multivokal. Pada tahap lanjut, interstisial bilatareral difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru.Ukuran jantung normal, berbeda dari edema paru kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan gambaran kemajuan hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan hiperventilasi. Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan pada tahap lanjut terjadi asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat meningkat (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).

Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
3. Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan curah jantung, edema, hipotensi.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat, peningkatan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
6. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan gangguan kesadaran, agitasi.
7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

Intervensi dan Rasional
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan
ronchi (-)
- Pasien bebas dari dispneu
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Kriteria hasil :
• Tidak mengalami aspirasi
• Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-paru
• RR 17-22 x/ menit, nadi 80x/menit
• Tidak adanya suara tambahan nafas : ronchi, wheezing, stridor
• Pemeriksaan GDA menunjukkan PCO2 = 38-44 mmHg
• Klien mengatakan bisa bernapas dengan lega
• Tidak ditemukan pernapasan yang cepat dan dalam (kusmaul)

Intervensi Rasional
MANDIRI
- Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu

- - Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
-

- Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus.


- Catat karakteristik dari suara nafas.




- Catat karakteristik dari batuk.





- Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi.

- Peningkatan oral intake jika memungkinkan.

KOLABORASI
- Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi.
-
- Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.

- Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi.

- Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan mukolitik.

Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.

Penggunaan otot-otot interkostal atau abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas.

Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.

Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.

Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.

Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.

Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum.


Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen.

Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan secret.

Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan.

Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Tujuan :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Kriteria hasil :
• Mempertahankan fungsi pernafasan yang adekuat dengan ditandai tidak adanya dipsneu; frekuensi& GDA dalam batas normal.

Intervensi Rasional
MANDIRI
- Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas.


- Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.
-
-
-
-
-
- Kaji adanya cyanosis.






-
- Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat.
-
-Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.


KOLABORASI
-Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi.

- Berikan pencegahan IPPB.


- Review X-ray dada.
-
-
-Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant.
Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas.

Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas.

Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.

Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium.

Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen.


Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai.

Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi.

Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.

Untuk mencegah ARDS.



3. Kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
Tujuan: Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan pada batas normal.
Kriteria hasil: Menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.


Intervensi Rasional
MANDIRI
Memonitor vital sign, seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)

Hitung intake output dan balance cairan. Amati “insesible loss”


Timbang berat badan setiap hari


KOLABORASI
Pemberian Diuretik


Mengetahui keadaan umum pasien.


Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya defisit cairan.

Perubahan yang drastis merupakan tanda peningkatan total body water.


Mengeluarkan kelebihan cairan melalui farmakoterapi.




EVALUASI
Evaluasi asuhan keperawatan bisa dilakukan tiap akhir tindakan. Evaluasi di lakukan untuk mengetahui perkembangan pasien secara detil dan untuk mengambil langkah-langkah pengobatan selanjutnya.